Arsip untuk 18/07/2013

Syahadat Sunny, Syahadat Syiah

Posted: 18/07/2013 in HUMOR

“Sampeyan tahu berpedaan antara Sunny dengan Syiah dalam mengikrarkan Syahadat?” tanya
D. Zawawi Imron, penyair asal Madura pada saya.

“Wah, belum pernh denger, Pak. Emang ada bedanya? Bagaimana bunyinya?” saya penasaran.
“Dengarkan baik-baik!” perintah Zawawi.

“Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah. Ini yang Sunny”
terang Zawawi.

“Lalu syahadat orang Syi’ah bagaimana?” aku makin penasaran.

“Buka telingamu lebar-lebar. Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, Wa asyhadu anna Muhammadan
rasuulullaah,” Pak Zawawi bersuara dengan jelas.

“Lho, kok sama? Di mana bedanya? Tadi kan bilang perbedaannya?” tanyaku heran.

“Ya berbedaannya ada pada orang yang baca,” jawabnya enteng.

Awal Ramadhan selalu membikin bingung masyarakat, mau ikut siapa. Pemerintah punya
pendapat, ada pula ormas Islam yang keukeuh dengan tafsirnya sendiri. Masing-masing adu
argumentasi dan perang opini, tak peduli masyarakat yang menjadi korban ketidaksepakatan
para elit ini.

Syahdan, ternyata yang kebingungan bukan hanya masyarakat di pelosok desa dan kota se-
Indonesia, para malaikat pun mengalami hal yang sama.

“Ini setan-setan harus dipenjara kapan ya? Ikut penetapan pemerintah apa ormas Islam yang
puasa lebih awal”
Karena tidak bisa mengambil keputusan, akhirnya dilakukan rapat besar para malaikat untuk
menentukan kapan setan-setan harus masuk bui. Kesepakatannya, setan yang biasa
menggoda pengikut ormas yang puasa lebih awal, masuk kerangkeng lebih dulu, sedangkan
lainnya esok harinya. Ini hasil yang dirasa ideal dan adil.

Sayangnya, ketika dilakukan eksekusi di lapangan, situasi yang dialami jauh berbeda. Dalam
razia dan penangkapan, para setan protes, semuanya mengaku ikut ketetapan pemerintah
“Lumayan, bisa bebas sehari lebih lama” pikir para setan.

Para malaikat lalu melakukan rapat kilat untuk mengatasi situasi darurat ini akibat ulah setan
yang sengaja berkelit dan mangkir dari ketentuan azali ini. Lalu diputuskan, semuanya masuk
penjara lebih awal sehari sesuai dengan jadual puasa ormas Islam itu.

Tak kehilangan akal, para setan pun mengajukan protes, “Sebagai makhluk tuhan yang
ditugaskan menggoda, kita masih boleh menggoda manusia sampai besok. Ramadhan kurang
satu hari kok kita sudah pada dikerangkeng”
Nah lho … malaikat pun kembali kebingungan, karena berdasarkan ketetapan dalam kitab suci,
setan hanya akan masuk kerangkeng pas bulan puasa, tidak boleh ditambah atau dikurangi
harinya.

Kyai Hasyim Menjawab

Posted: 18/07/2013 in HUMOR

“Ada sebuah pertanyaan yang susah dijawab. Tapi juga kelihatan gampang, yakni mengapa
orang adzan selalu menutup telinganya?Demikian almarhum M Said Budairy, mengajak saya
tebak-tebakan.

“Mungkin sunnah Rasul, Pak,” kata saya mulai menebak.

“Ada jawaban lain tidak?” tanya Said Budairy.

“Emmm.. mungkin karena nyaman Pak, atau juga karena kebiasaan,” saya tidak mau menyerah.

“Ah, memang susah betul pertanyaan ini kok. Saya ajuga tidak bisa menjawab,” ujar Said
Budairy sambil senyum-senyum tipis.

“Lho, masa Panjenengan juga tidak bisa, Pak?” kata saya bingung.

“Saya tahu, tapi ini bukan jawaban dari saya, melainkan dari Kyai Hasyim Muzadi,” jelas Said
Budairy.“Apa jawaban Kyai Hasyim,Pak,” kataku penasaran.

“Jawabnya sederhana saja. Karena kalau orang adzan menutup mulutnya, jadi tidak bisa
bersuara.” Hahahaha…. Kami tertawa terkekeh-kekeh mendengar jawaban ini.

Sufi Kurus Memecah Batu Besar

Posted: 18/07/2013 in HUMOR

Seorang lelaki tinggi, besar dan kuat ingin memecah batu besar. Ia mulai memukul. Satu, dua,
sampai sepuluh kali, batu belum pecah.

Dipukul tigapuluh kali sampai lima puluh kali, batu belum pecah juga. Dipukul seratus kali,
batu juga belum pecah.

Akhirnya dia putus asa. Dia bersandar di batu besar itu.

Tiba-tiba seorang sufi tua, kurus krempeng datang, dan bermaksud membantu. Lelaki tinggi
besar dan kuat itu pesimis, tapi dia tetap mempersilahkan sufi tua kurus itu memecah batu.
Sufi tua kurus mulai memukul, satu, dua, tiga, empat, dan …lima.

Tiba-tiba batu pun pecah. Lelaki tinggi besar kuat terheran-heran dan menyebut sufi tadi
sebagai seorang wali.

“Anda luar biasa, bisa memecah batu besar itu. Anda hebat… anda wali Allah,” kata lelaki kuat
itu.

“Ah bukan. Memang batu itu baru bisa pecah jika dipukul 105 kali. Anda kurang bersabar, dan
kurang optimis,” kata si sufi.

Sehat, merupakan satu istilah yang asalnya dari bahasa Arab; shihhah . Kata ini merupakan
bentuk mashdar dari kata kerja shahha, yashihhu , shihhah , yang artinya hilangnya penyakit
dalam tubuh atau telepas dari segala cacat. Namun secara kontekstual, sehat di sini tak hanya
bermakna sehat secara fisik, melainkan juga ia mencakup dan bermakna sehat secara mental,
jiwa, dan spiritual.

Perhatian dan tuntunan Islam terhadap segala macam persoalan hidup manusia dapat
dikatakan sempurna. Hal ini karena berkesuaian dengan salah satu misi teragung dalam Islam;
rahmatan lil’alamin . Sebagai agama yang punya sejuta inspirasi tentang makna kasih sayang
( rahmah), kepada sekalian alam.

Nah, termasuk dalam kategori rahmah , adalah peduli terhadap kesehatan. Peduli terhadap
kesehatan jiwa-raga sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar.

Menjadikan jiwa-raga sehat adalah juga salah satu hikmah dan manfaat yang dapat kita petik
dari puasa. Hikmah dan manfaat ini dapat kita renungkan dalam salah satu hadits Nabi Saw
yang menyatakan: “Berperanglah, kalian akan mendapatkan ghanimah. Puasalah, kalian akan
sehat. Dan bepergianlah, kalian akan merasa cukup“. Sehat secara fisik dan psikis, sehat
secara jiwa dan raga.

Jadi, kita harus kritis dan mempertanyakannya kepada diri kita masing-masing, apakah selama
lebih dari sepekan ini, kualitas puasa kita berimbas baik pada jiwa-raga kita atau malah
sebaliknya, buruk. Tentu saja, anda bisa menjawabnya sendiri.

Tetapi satu hal yang patut diingat, jika ternyata puasa yang selama ini kita jalani tidak
memberikan efek baik bagi jiwa-raga kita, satu indikasi bahwa kualitas puasa kita belum sehat
(baik). Sehingga, oleh karena itu, menata ulang niat dan kualitas puasa kita menjadi seyogia.

Indikator penjelasnya bisa lebih dispesifikkan misalnya, mengenai kualitas niat dan itikad kita
terhadap puasa, yang hanya (tidak lebih) sebagai pemindahan jadwal makan dan minum ke
waktu sahur dan buka, atau malah diikuti dengan niatan “balas dendam” dan seterusnya.

Salah satu isu kesehatan dalam kurun waktu belakangan, yang kerap meyisakan anomali dan
deviasi adalah mengenai kesehatan reproduksi remaja. Seperti kita ketahui, remaja merupakan
regenerasi bangsa. Masa remaja adalah satu fase kehidupan manusia, dimana ia sedang dalam
masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa. Masa dimana di sana identik dengan
mencari jati diri, penuh dengan kegalauan dan kebimbangan. Dengan ini, masa remaja
merupakan masa yang sangat vital, sekaligus rentan, apalagi jika tidak terarahkan dengan baik.

Selain peran orang tua secara signifikan dibutuhkan, memberikan pemahaman (pendidikan)
kesehatan reproduksi kepada remaja itu sendiri juga harus menjadi prioritas.

Beberapa anomali dan deviasi yang kerap mengerubuti di sekeliling kehidupan dan kesehatan
reproduksi remaja adalah soal pergaulan bebas, seks bebas, HIV/AIDS, hamil di luar nikah,
minum-minuman keras, penyalahgunaan narkoba, tawuran antar pelajar dan lain sebagainya.
Bukan karena apa, selain fenomena destruktif itu bukan cermin kultur bangsa kita, juga sangat
jauh dengan nilai-nilai agama, Islam, yang sangat kita imani itu. Sungguh, fenomena tersebut
merupakan wujud perilaku yang tidak sehat.

Termasuk ke dalam hal yang juga harus mendapatkan perhatian serius dalam lingkup
kesehatan reproduksi adalah soal khitan perempuan, menikah usia dini, haid, mimpi basah,
dan lain-lain. Padahal apa yang kurang dengan Islam, setiap hari kita dianjurkan
menguntaikan do’a “ Rabbana atina fi al-Dunya hasanah wa fi al-Akhirati hasanah wa qina
‘adzaba al-Nar ” (Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan (kesehatan) di dunia dan kebaikan
(kesehatan) di akhirat dan periharalah kami dari siksa neraka”. Karena mengapa? Karena
“ Mukmin yang kuat (sehat) adalah lebih baik dan lebih dicintai daripada mukmin yang lemah
(sakit )”, begitu kata Nabi Muhammad Saw dalam salah satu sabdanya yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim.

Perhatian Islam terhadap hal ini juga termaktub dalam salah satu sabda Nabi Saw yang lain,
yang menyatakan tentang larangan bagi siapapun (terutama remaja) untuk tidak berdua-duaan
di tempat yang sepi, tanpa ada mahram . Dari Abdullah bin Abbas ra. Bahwa beliau mendengar
baginda Nabi Saw berkhutbah dan berkata: “ Jangan sekali-kali seorang laki-laki berdua-duaan
dengan seorang perempuan di tempat sepi, kecuali ada mahram baginya (perempuan) ”. (HR.
al-Bukhari).

Dan yang kemudian lebih ditegaskan lagi oleh ayat dalam QS. al-Isra [17]: 32: “ Dan janganlah
kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang
buruk ”.

Untuk memperkuat pemahaman kita terhadap hak kesehatan reproduksi, berikut saya
kemukakan definisi kesehatan reproduksi, sebagaimana mengacu pada Chapter (Nan) VII dari
Plan of Action hasil ICDP 1994, ia didefinisikan sebagai; keadaan fisik, mental, kelayakan sosial
secara menyeluruh, dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut
fungsi-fungsi dan proses-prosesnya. Pengertian inilah yang kemudian akan mengantarkan kita
kepada pemahaman tentang pelbagai macam hak-hak kesehatan reproduksi remaja (untuk
dewasa kelak), khususnya perempuan, yang juga mesti dipahami oleh laki-laki. Yakni,
sekurangnya ia melingkup pada soal; khitan perempuan, hak menikmati hubungan seksual, hak
menolak hubungan seksual, hak menolak kehamilan, hak menggugurkan kehamilan (aborsi),
dan lainnya.

Karena itu saya berharap, melalui momentum baik ini, momentum dimana kita ditempa untuk
senantisa isitiqamah terhadap nilai-nilai puasa untuk kemudian bisa kita aplikasikan biarpun
masa sebulan Ramadhan telah berakhir. Untuk terus menuju pencapaian predikat “takwa”.

Karena itu saya sangat yakin, jika salah satu indikator seseorang dekat dengan takwa adalah
ia yang baik menjaga dan memenuhi hak kesehatan reproduksinya dengan baik kepada remaja,
terutama perempuan, dan di saat yang sama hal ini dipahami oleh laki-laki.

Maka langkah-langkah yang dapat diambil dalam rangka memenuhi dan penguatan hak
kesehatan reproduksi bagi remaja, seluruh elemen masyarakat wajib berpasrtisipasi, untuk
secara integratif dan sinergis mencanangkan nota kesepahaman untuk pemenuhan dan
pendidikan hak kesehatan reproduksi.

Pertama , tugas untuk pemerintah (pusat dan daerah), sebagai pemegang kendali dan regulasi,
harus senantiasa konsisten dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat dalam pemenuhan hak
kesehatan reproduksi melalui pelayanan akses informasi dan kesehatan gratis lagi mudah.

Kedua, tugas untuk lembaga pendidikan formal (maupun non-formal) dan keagamaan, untuk
senantiasa mendukung program pemerintah melalui penguatan-penguatan. Bagi lembaga
pendidikan formal, ikhtiar ini bisa diwujudkan dengan merancang kurikulum tentang
pendidikan kesehatan reproduksi. Sedangkan bagi lembaga keagamaan, terus mendakwahkan
hidup secara sehat yang diperkuat dengan tuntunan agama.

Ketiga, untuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) harus terus secara sigap mengawasi kinerja
pemerintah dalam memenuhi amanat regulasi, agar terhindar dari manipulasi dan KKN.
Keempat , untuk masyarakat itu sendiri (terutama, dalam konteks ini keluarga dan remaja) harus
proaktif memenuhi anjuran program baik dari pemerintah, LSM, maupun lembaga pendidikan
dan keagamaan.

Akhirnya, saya mengajak mari kita terus berikhtiar dan berdo’a agar puasa dan cita-cita
mewujudkan regenerasi (masyarakat) yang sehat reproduksinya bisa terlaksana dengan segera.
Semoga di sisa bulan Ramadhan ini kita tetap bisa beristiqamah untuk beribadah vertikal
maupun horizontal sampai nanti kita berjumpa kembali di tahun Ramadhan mendatang dan
begitu seterusnya hingga ajal menjelang, kita dalam keadaan istiqamah dan husnul khatimah.

Dan, semoga atas sehatnya kualitas puasa kita dapat berimbas baik kepada masyarakat
Indonesia yang sehat juga; yakni mencapai baldatun thayyibun wa rabbun ghafur . Aamiin.
Demikian. Wallahu ‘alam bi al-Shawab .