Zakat Fitrah, Agar Puasa Tidak Mengapung

Posted: 11/08/2013 in TAUSHIYAH

Kalau ada orang Islam membawa sekantong plastik beras ke masjid atau
rumah tetangganya yang kurang beruntung di bulan Ramadhan atau di
malam takbiran, maka kita boleh menduga ia tengah mengantarkan Zakat
Fitrah.

Zakat Fitrah diwajibkan pada tahun kedua hijrah Rasulullah SAW ke kota
Madinah. Ia merupakan sebuah praktik pengeluaran zakat berupa makanan
pokok khas suatu tempat oleh seseorang kepada mereka yang berhak
menerima. Umumnya di Jakarta, 3 ½ liter beras.

Pada dasarnya Zakat Fitrah bertujuan untuk membersihkan diri. Rasulullah
SAW bersabda, “ Zakat Fitrah menyucikan orang berpuasa dari perilaku sia-
sia atau perbuatan tercela.” Sementara hadis lain mengatakan, “ Ibadah di
bulan puasa mengapung di antara langit dan bumi. Ia akan diangkat hanya
karena Zakat Fitrah .”

Dari hadis di atas, Allah melalui zakat Fitrah itu menunda kesucian pribadi
seseorang yang ditempa lapar puasa selama sebulan hanya pada
pengeluaran zakat 3 ½ liter beras. Ibadah puasa sefokus apapun misalnya
rajin tarawih, menjaga hati, membasahi lidah dengan zikir, dinilai belum
sempurna.

Zakat Fitrah yang setiap tahun peristiwanya berlangsung hanya beberapa
menit itu perlu mendapat perhatian khusus. Umat Islam perlu meluangkan
waktu untuk merenungkan ibadah agung yang sejenak itu.

Bagaimana bisa sekantong plastik 3 ½ liter beras menjadi anak kunci
semua bentuk ibadah seseorang?

Kita dapat menemukan sejumlah jawaban. Pertama , pemeluk Islam
semestinya tidak membedakan ibadah yang berkutat pada diri sendiri dan
ibadah yang melibatkan orang di sekitar.

Kedua , terdapat hak orang lain dalam kandungan tubuh seseorang. Ketiga,
pembangunan kesadaran sosial. Keempat, menghadirkan kebahagiaan di
hati mereka yang kurang beruntung. Bahkan kafir zimmi yang kekurangan
pun berhak menerima Zakat Fitrah. Kelima , menggugah keadaran kita
terhadap nasib, masalah, dan dinamika yang dihadapi para petani secara
umum, terutama petani beras.

Sedangkan makanan pokok yang ditunjuk Allah sebagai materi zakat juga
mengandung keistimewaan. Kualitas makanan pokok yang dizakatkan
harus sama dengan kualitas makanan pokok yang dikonsumsinya sehari-
hari. Hikmahnya mendorong keikhlasan dalam berzakat dan mendidik
seseorang untuk menghargai sesamanya sesuai kemampuan.

Lewat 3 ½ liter beras Allah pun mengingatkan kedhaifan dan kefakiran
hamba-Nya. Manusia sehebat apapun, segudang pengalaman, setumpuk
pengetahuan, seabrek-abrek harta, sejumlah pangkat dan jabatan, sederet
gelar baik akademis maupun feodalis, tetap tidak meninggalkan asal,
makhluk lemah.

Wajah mereka pucat, mata layu, tenaga kurang, semangat kendur, gerakan
melambat, pikiran buyar, badan lunglai tanpa makanan pokok.

Perihal Pembayar Zakat Fitrah

Tidak semua orang berkewajiban membayar zakat. Imam Nawawi dalam
Raudlatut Thalibin wa ‘Umdatul Muftiyyin menetapkan tiga kriteria
pembayar zakat. Pertama Al-Islam , pemeluk Islam. Kedua Alhurriyyah,
merdeka. Ketiga Alyasar , kelapangan rezeki.

Zakat Fitrah wajib dibayar oleh umat Islam. Itupun bagi muslim yang
mengalami hidup di bulan Ramadhan meskipun hanya di akhir dan awal
bulan Syawwal meskipun hanya sesaat. Orang kafir dan murtad
kekurangan syarat sebagai pembayar zakat.

Kemerdekaan juga menjadi syarat kedua karena pentingnya. Merdeka
orang bukan budak. Ia berkuasa penuh terhadap diri, harta, dan segala
aktivitasnya. Budak tidak berkewajiban berzakat karena menjadi
tanggungan tuannya.

Kelapangan memiliki ketentuan khusus. Seseorang dinilai memiliki
kelapangan rezeki sejauh ia memiliki stok makanan pokok untuk
dikonsumsi anak, istri, orang tua yang menjadi tanggungan nafkahnya di
malam dan di hari Idul Fitri.

Selain fungsional, tiga syarat ini mengandung sejumlah nilai-nilai
pendidikan. Ia dapat merenungkan kembali sejauhmana kualitas
keislamannya, menyegarkan ulang hakikat kemerdekaannya, dan
mengambil semangat untuk lebih giat mencari nafkah makanan pokok.

Secara umum nilai-nilai ibadah individual dalam Islam menemukan
maknanya dalam Zakat Fitrah yang bersifat sosial. Kecuali itu, Zakat
Fitrah merupakan wujud nyata menyatunya nilai-nilai keislaman dalam diri
pembayar zakat. Pembayar zakat Fitrah yang telah melakukan kesalehan
pribadi tidak lagi berjarak dengan kenyataan sosial sebagai ibadah yang
akan menyempurnakan kesalehan pribadinya.

Ia disunahkan untuk segera membayar zakat di waktu yang membentang
dari Magrib awal Syawwal hingga pelaksanaan sembahyang Idul Fitri.
Kesegeraan ini menjadi penting demi kesucian dirinya dan demi
pemenuhan kebutuhan pokok sesamanya.

Sedangkan penerima zakat karena tidak memiliki kelebihan rezeki tidak
perlu berkecil hati. Karena mereka juga tetap mengalami kesucian diri
dengan menerima saluran zakat tersebut.

Tinggalkan komentar