Archive for the ‘Nasional’ Category

Habib Lutfi bin Yahya memberikan taushiyah dalam acara sarasehan Polres Pekalongan Kota dengan Forum Komunikasi Umat beragama dan Lintas Agama Kota Pekalongan.

Acara ini diselenggarakan oleh Polres Pekalongan Kota dan dihadiri beberapa tokoh agama yang berbeda-beda. Diantaranya Islam, Kristen, Hindu dan Konghucu serta orginasasi kepemudaan seperti GP Ansor, IPNU, dan PMIIlain.

Sarasehan digelar di gedung kanzus sholawat Jl.Noyontaan pekalongan sekitar pukul 21.30, Rabu (17/7).

Dalam taudhiyahnya, Abah, panggilan masyarakat setempat untuk habib Luthfi, menunjukkan rasa nasionalisme yang besar dan berucap bahwa dalam hatinya selalu menjerit ketika melihat merah putih berkibar di angkasa. Itu mengingatkan Abah akan perjuangan para pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.

Ia merasa kecewa dengan sekumpulan orang yang selalu mengagungkan keturunannya dan mengatakan keturunan Arab yang paling agung atau keturunan China yang paling jaya. Padahal mereka semua lahir, hidup dan mati di tanah ini. Menurut Abah, mereka seharusnya bangga dengan Indonesia tanpa melihat keturunan atau agama.

Abah juga sangat menyesalkan orang-orang yang tidak menghargai apa yang tumbuh atau muncul dari negeri ini.

“Sebagian orang yang masih berkata jambu bangkok padahal itu tumbuh di indonesia. Ayam bangkok dan durian montong bukan durian indonesia. Kalau masih begitu, jangan salahkan bila orang lain tidak menghargai kita,” tambah Abah.

Ia menambahkan, akan terasa indah bila semua umat beragama bisa bersatu dan tidak memaksakan kepentingan agama sendiri. Anda tidak bisa menggunakan piano dengan ditiup karena itu adalah cara menggunakan seruling.

“Anda tidak bisa memetik biola karena yang dipetik itu gitar dan bukan biola. Dan ketika mendengarkan orkestra, walaupun dinamikanya masing-masing tetapi akan indah dan merdu di telinga,” abah mengibaratkan.

Selain bertujuan menjalin silaturahmi antar umat beragama, Polres Pekalongan Kbermaksud meminta bantuan kepada pihak-pihak yang telah diundang agar mendukung dalam melaksanakan penertiban lalu lintas dalam menghadapi arus mudik.

Dan para hadirin pun sepenuhnya mendukung dengan mengirimkan beberapa nama-nama dari anggotanya yang akan membantu kepolisian dalam melaksanakan operasi yang biasa disebut dengan operasi ketupat candi.

Assalamu’ alaikum. Ada fenomena sekarang ini dimana kegiatan mesjid dan musholla yang bertebaran di pelosok Indonesia ini seperti berjalan sendiri-sendiri tanpa kaidah atau etika yang menjadi acuan bersama. Padahal ada lembaga negara dan lembaga keagamaan formal dalam komunitas Islam Indonesia yang menaunginya.

Mereka seperti bebas menafsirkan cara siar versi sendiri-sendiri. Yang memprihatinkan justru tidak mewakili Islam yang indah, bersahabat dan tertib.

Hal sederhana bisa dilihat dari cara penggunaan pengeras suara. Ada kalanya musholla kecil bisa lebih ‘bising’ dari sebuah mesjid besar. Pengeras suara digunakan bahkan untuk kegiatan keagamaan terbatas sekalipun. Kualitas muazzin terkadang juga tidak terjaga.

Namun yang memprihatinkan ialah penggunaan pengeras suara untuk ritual dzikir dan sholawat yang terus-menerus di waktu tertentu seakan diperuntukkan membangun entitas dan ciri khas mesjid/musholla tersebut.

Pengeras suara mesjid sepengetahuan yang saya pahami hanyalah untuk Adzan dan Takbir. Saya khawatir bila mesjid dan musholla dipergunakan untuk kepentingan kelompok atau pribadi sementara tidak ada ajaran dan anjuran Agama Islam untuk mengeraskan bacaan lain di luar adzan yang mana hal tersebut bisa menjurus ke bid’ah sayyi’ah.

Hal nyata yang saya alami yang mungkin bisa menjadi contoh kasus yaitu pada mesjid kecil di lingkungan tempat saya tinggal. 15 menit sebelum magrib selalu terdengar shalawat yang secara keras dikumandangkan (sekeras adzan) berulang-ulang.

Lebih aneh lagi ada narasi yang dibuat khusus (dalam bahasa Indonesia) diteriakkan sama setiap harinya 1 jam setelah adzan Subuh untuk membangunkan/mengingatkan orang segera sholat. Ritual ini sudah berlangsung lama tanpa ada yang berani menegur dan mempertanyakan.

Kepada lembaga lembaga/badan umat sangatlah kami harapkan pencerahan dan peranan aktifnya dalam mengangkat masalah ini. Niat baik tak lebih dari keinginan untuk menghadirkan tata kelola mesjid/musholla berada dalam koridor yang semestinya.

Keberadaan mesjid dan musholla seharusnya memberikan kesejukan dan ketenangan bagi umat muslim bukan sebaliknya sebagai tempat yang menebar kebisingan pada warga sekitar. Wassalam.

Novita
Pela Mampang, Jakarta Selatan

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mengatakan, manusia dikaruniai alat bernama hawa nafsu. Sementara ibadah puasa adalah sarana untuk mengontrol hawa nafsu itu. Jika tidak maka akan terjadi sebaliknya, hawa nafsu yang memperalat manusia.

“Ibadah puasa ini ada pada agama-agama terdahulu. Dalam Islam, puasa yang diwajibkan pada tahun kedua hijriyah. Fungsinya adalah mendidik manusia agar mampu mengendalikan hawa nafsu, mengontrol hawa nafsu,” kata Kang Said dalam dialog bersama NU Online di kantor PBNU, Jakarta, Selasa (16/7).

Hawa nafsu dapat diurai menjadi tiga, kata kang Said. Pertama disebut nafsu ghodlobiyah yakni yang mendorong manusia mengejar pangkat, kedudukan, atau ambisi. Kedua nafsu syahwatiyah yang menjadikan manusia gemar mengejar kenikmatan dan kelezatan.

“Dua ini alat itu baik untuk membangun cita-cita kita, memotifasi kita, ‘agar saya tidak kalah, agar saya menang, agar saya mendapatkan kekayaan.’ Dua hawa nafsu ini positif asal terkendali, kalau tidak maka akan terjadi sebaliknya, kita yang akan diperalat oleh hawa nafsu itu,” kata Kang Said.

Jika kedua nafsu itu bisa dikendalikan maka sesungguhnya menusia telah memiliki hawa nafsu yang ketiga yakni nafsu mutma’innah.

“Jika kita sudah bisa bersyukur dan merasa cukup ‘alhamdulillah saya sudah punya pangkat kedudukan sedemikian, sudah punya kekayaan segini’, maka siap-siap saja nati dia dipanggil Tuhan, ‘Wahai hambaku yang mempunyai nafsu mutmainnah’.”

“Puasa adalah sarana untuk mengendalikan hawa nafsu agar benar-benar menjadi alat untuk membangun kehidupan. Jangan terbalik, kita yang menjadi alat hawa nafsu,” demikian Kang Said.

Jakarta
Sehubungan Dana Optimalisasi Haji (DOH), Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) wajib minta ridha jamaah haji. Ridha ditujukan agar jamaah merestui Kemenag RI dalam pengelolaan kelebihan DOH.

“Karena pada dasarnya dana kelebihan optimalisasi haji merupakan hak milik jamaah,” kata staf Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Sarmidi dalam sidang pleno.

Permintaan ridha dimaksudkan agar pengelolaan sisa DOH oleh Kemenag RI sesuai dengan syar’iat.

Sidang pleno menutup kegiatan bahtsul masail nasional LBM PBNU di Pondok Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta, Selasa-Rabu (2-3/7).

Kepemilikan dana kelebihan optimalisasi haji didasarkan pada kepemilikan DOH. Pemilik DOH yang disetorkan jamaah di awal untuk Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) adalah jamaah haji itu sendiri.

Sementara jamaah haji memberikan hak pengelolaan BPIH kepada Kemenag RI. Dalam hal ini, kedua pihak menggunakan akad wakalah. Akad wakalah dalam hal ini sebuah praktik di mana calon jamaah haji mewakilkan kepada Kemenag RI atau Menteri Agama untuk mengelola BPIH bagi kepentingan ibadah haji.

Kegiatan bahtsul masail nasional LBM PBNU dihadiri oleh pengurus Syuriyah PWNU se-Indonesia, sejumlah pengurus Syuriyah PBNU, dan utusan beberapa pesantren.

Setelah 28 Mei lalu, saat-saat matahari berada tepat di atas Ka’bah kembali terjadi hari ini,
Senin, 15 Juli 2013, pukul 16.27 WIB. Momen ini menjadi kesempatan paling mudah bagi umat
Islam Indonesia untuk menentukan arah kiblat.
Karena posisi matahari persis di atas Ka’bah maka seluruh benda tegak lurus yang menerima
cahaya matahari akan memiliki bayangan yang mengarah lurus ke Ka’bah di Masjidil Haram,
Mekkah. Umat Islam di dunia dapat menetapkan arah kiblat dengan berpatokan pada bayangan
ini.
Selain matahari, arah kiblat bisa diketahui dengan beberapa cara lain, seperti menggunakan
kompas, theodolit, dan rasi bintang. Berpatokan pada bayangan benda tegak lurus yang
dihasilkan sinar matahari dinilai cara paling sederhana untuk masyarakat umum. Di samping
tak memerlukan penghitungan rumit, cara ini juga tak membutuhkan peralatan mahal.
Almanak PBNU yang diterbitkan Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) memaparkan bahwa
peristiwa yang lazim disebut “ rashdul qiblat ” atau “istiwa a’dham ” ini terjadi dua kali dalam
setahun, yakni di bulan Mei dan Juli. Untuk tahun 2013, rashdul qiblat bulan Mei berlangsung
tanggal 28, pukul 16.18 WIB.
Dalam almanak 2012, LFNU telah menjelaskan, secara geografis/astronomis, kota Mekkah
terletak di 39o49’34” LU dan 21o25’21” BT. Dari Indonesia, koordinat ini berada pada arah barat
laut dengan derajat bervariasi antara 21o-27 o menurut koordinat (garis lintang dan garis bujur)
masing-masing daerah.
Menurut alamak tersebut, arah kiblat Indonesia bukanlah ke barat. Jika ke barat maka semua
wilayah Indonesia yang terletak di 34o7’ LU dan seterusnya (ke utara), seperti Aceh, akan lurus
dengan Negara Ethiopia atau melenceng ke selatan sejauh 1750 km dari Mekkah. Begitu juga
yang terletak di 4o 39’ LS sampai 3o 47’ LU, menghadap barat berarti lurus dengan Negara
Kenya.
Terkait rashdul qiblat, Ketua Pengurus Pusat LFNU KH A Ghazali Masroeri mengatakan, untuk
mushala atau masjid yang terbukti tak sesuai arah kiblat cukup direspon dengan menggeser
arah shaf atau baris shalat, tanpa merusak bangunan ibadah.